Terdapatlah
seorang guru bernama Handriani yang berdomisili di Dusun Kalabatu, Desa Aralle
TImur, Kecamatan Buntu Malangka. Ia memiliki kegelisahan yang luar biasa
melihat anak-anak di desanya cenderung tidak melanjutkan pendidikan ke SMP
selepas mereka lulus SD. Dari dusun terdalam Desa Aralle Timur, untuk keluar ke
ibu kota kecamatan Aralle cukup jauh jika ditempuh berjalan kaki. Hendak
ditempuh mengendarai motorpun, kebanyakan mereka tak memiliki sepeda motor.
Apalagi jika hendak ke kota Kecamatan Buntu Malangka, justru sangat lebih jauh
lagi. Salah satu alternatif terdekat jika ingin bersekolah ke SMP adalah SMPN 2
Buntu Malangka di Desa Salutambun, Kecamatan Buntu Malangka.
Jika ingin
bersekolah ke SMPN 2 Buntu Malangka, siswa dari desa Aralle Timur ini harus
berjalan kaki melalui jalan pintas sekitar satu jam. Pun demikian bagi
Handriani, selama ia bertugas di SMPN 2 Buntu Malangka ia berjalan kaki melalui
jalan pintas untuk tiba di SMP tersebut lebih cepat dibanding mengendarai
sepeda motor melewati jalan poros. Letak geografis Aralle TImur memang lebih
dekat ke Kecamatan Aralle meskipun Aralle TImur adalah wilayah kecamatan Buntu
Malangka. Keadaan ini memaksa banyak anak usia sekolah tidak melanjutkan
sekolah ke jenjang SMP. Inilah yang menjadi kegelisahan seorang Handriani yang
kala itu seorang guru di SMPN 2 Buntu Malangka di Desa Salutambun.
Pada tahun 2016, Handriani diangkat menjadi kepala sekolah SMPN 2 Buntumalangka. Dengan wewenang yang dia miliki, Handriani memutuskan untuk membentuk kelas jauh dari SMPN 2 Buntu Malangka di Aralle Timur dengan harapan program ini dapat mengurangi jumlah anak putus sekolah. Ide Handriani ini mendapatkan respon yang baik dari Kepala Desa Aralle Timur. Maka dibangunlah kelas jauh dari SMPN 2 Buntu Malangka di Dusun Kalabatu, Desa Aralle TImur. Lokasinya persis di wilayah kantor desa Aralle Timur sesuai kesepakatan dan dukungan dari kepala desa. Kelas jauh ini meminjam gedung serbaguna milik pemerintah desa yang dinamai BPM (Balai Pertemuan Masyarakat). Gebrakan Handriani ini membawa sedikit angin segar bagi siswa yang terancam tidak melanjutkan sekolah. Siswa dari Desa Aralle Timur menjadi banyak yang melanjutkan pendidikan SMP tanpa harus berjalan kaki lebih jauh ke Salutambun di mana SMPN 2 Buntu Malangka terletak.
![]() |
Ruang penyimpanan buku teks adalah sebagian dari wilayah Balai Pertemuan Masyarakat yang disekat |
![]() |
RKB SMPN 6 Buntu Malangka yang jauh dari kata layak namun tetap digunakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak usia sekolah di Desa Aralle Timur |
Sejauh cerita
ini, perjuangan Handriani dan guru-guru lainnya terasa sangat epik dan mudah.
Sebenarnya tidak, perjuangan Handriani sungguh sangat berat dengan berbagai
tantangan. Ketika kelas jauh yang dirintisnya mandiri, secara otomatis sudah
tidak ada lagi aliran dana operasional dari SMPN 2 Buntu Malangka. Handriani
harus berjuang sendiri bersama tim gurunya dan dengan dukungan pemerintah desa
agar sekolah tetap dapat beroperasi. Mereka membangun RKB yang sangat jauh dari
kata layak untuk belajar siswa-siswa mereka. RKB ini terbuat dari anyaman bambu
yang sangat ala kadarnya, bukan anyaman bambu yang terlihat baik dan
berkualitas. Keadaan ekonomi penduduk desa secara umum membuat Handriani segan
untuk meminta lebih banyak bantuan dari warga desa. Warga desa juga status
ekonominya tidak terlalu baik.
Handriani tidak ingin menyerah begitu saja. Bersama guru-gurunya dan dukungan pemerintah desa, Handriani terus mengupayakan bantuan dari pemerintah untuk membangun RKB yang lebih layak dibanding RKB beranyamkan bamboo alakadarnya. Upaya terus dilakukan tetapi bantuan dari pemerintah atau pihak lain belum kunjung muncul. Sekali lagi kepala desa memperkenankan agedung BPM digunakan sebagai ruang guru berkumpul saat tidak mengajar dan sebagai tempat menyimpan buku-buku teks. Handriani beruntung, ketika SMPN 2 Buntu Malangka mengadakan pembaruan meja dan kursi belajar, ada beberapa meja dan kursi yang sudah tidak dipakai dihibahkan ke SMPN 6 Buntu Malangka. Selain itu, dengan keterbatasan sarana mengajar, guru-guru juga berinisiatif membuat alat peraga atau media pembelajarannya sendiri memanfaatkan potensi alam sekitar.
Suasana PBM di SMPN 6
Buntu Malangka dapat dilihat dari luar melalui anyaman bambu yang telah rapuh
dan tidak layak.
Seorang bidan yang
direkrut untuk membantu mengajar pelajaran Bahasa Inggris di SMPN 6 Buntu
Malangka. Meskipun tidak mempelajari pedagogic secara khusus, namun ia tetap
semangat mengajar
Guru Olahraga
berinisiatif membuat ring untuk bola basket pada pelajaran gerak dasar melempar
bola
Handriani menyambut
tamu sekolah atau mengadakan rapat di BPM Desa Aralle TImur. Seringkali rapat
tertunda karena jadwal bertepatan dengan musyawarah atau kegiatan desa.
Kiri, BPM. Tengah,
RKB kelas VII, VIII, dan IX. Kanan, gudang. Tiga gedung ini adlah tulang
punggung kegiatan SMPN 6 Buntu Malangka. Terlihat Handriani sedang keluar dari
BPM menuju RKB.
إرسال تعليق