Ikatan Guru Indonesia Sulawesi Barat : Guru sebagai Agen Perubahan untuk Menuntaskan Stunting di Sulbar

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis. Stunting dapat menyebabkan gangguan perkembangan otak, penurunan kemampuan kognitif dan belajar, serta berisiko tinggi terkena penyakit kronis di masa depan. Stunting adalah masalah besar yang mengancam masa depan bangsa.

Sulawesi Barat (Sulbar) merupakan provinsi dengan angka stunting tertinggi kedua di Indonesia setelah Nusa Tenggara Timur (NTT). Berdasarkan Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dimuat BKKBN Sulbar, angka stunting Sulbar berada di 33,8 persen dari 1.419.229 penduduk. Kabupaten Polewali Mandar menjadi wilayah tertinggi angka stunting di Sulbar dengan 36,0 persen. Selanjutnya ada Kabupaten Majene di angka 35,7 persen, disusul Kabupaten Mamasa berada di urutan ketiga tertinggi 33,7 persen.

Ada beberapa faktor penyebab angka stunting tinggi di Sulbar. Beberapa di antaranya disebabkan oleh prilaku dan budaya warga, termasuk wilayah yang sulit dijangkau ketersediaan pangan. Selain itu, masih kurangnya pengetahuan bagi ibu hamil terkait asupan gizi bagi calon bayinya juga menjadi faktor lonjakan angka stunting di Sulbar. Ibu hamil dalam kondisi 5-6 bulan biasanya sudah tidak diizinkan keluar rumah. Hal ini mengakibatkan ibu hamil tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendampingan yang optimal.

Salah satu faktor penyebab stunting yang paling krusial adalah perkawinan anak di bawah umur. Perkawinan anak dapat meningkatkan risiko kehamilan dini, komplikasi persalinan, kematian ibu dan bayi, serta melahirkan anak stunting. Gadis berusia 15 tahun yang sudah menikah memiliki organ reproduksi yang belum siap untuk mengandung dan melahirkan. Anak yang lahir dari ibu muda juga cenderung memiliki berat badan lahir rendah dan asupan gizi yang tidak adekuat.

Untuk menuntaskan stunting di Sulbar, diperlukan upaya bersama dari semua pihak, termasuk pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, desa, masyarakat, dan lembaga terkait. Namun, salah satu pihak yang memiliki peran strategis dan potensial untuk menjadi agen perubahan adalah guru.

Guru adalah sosok yang memiliki pengaruh besar dalam membentuk karakter dan pengetahuan anak-anak. Guru juga memiliki akses langsung ke siswa-siswi yang merupakan calon orang tua masa depan. Guru dapat menjadi ujung tombak dalam membangun pengetahuan tentang stunting, baik di depan kelas maupun di luar kelas.

Di depan kelas, guru dapat mengintegrasikan pengetahuan stunting dalam kurikulum dan materi pembelajaran. Guru dapat menjelaskan tentang definisi, penyebab, dampak, dan cara pencegahan stunting kepada siswa-siswi. Guru juga dapat memberikan contoh-contoh kasus stunting yang terjadi di lingkungan sekitar atau di media massa. Guru dapat menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan interaktif, seperti diskusi kelompok, role play, simulasi, permainan edukatif, dan lain-lain.

Di luar kelas, guru dapat melakukan advokasi dan sosialisasi tentang stunting kepada orang tua siswa-siswi, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya. Guru dapat mengadakan pertemuan rutin dengan orang tua siswa-siswi untuk memberikan informasi dan edukasi tentang stunting. Guru juga dapat mengajak orang tua siswa-siswi untuk berpartisipasi dalam program-program yang berkaitan dengan stunting, seperti posyandu, dapur sehat, bantuan pangan non tunai, dan lain-lain.

Selain itu, guru dapat memberdayakan siswa-siswi untuk menjadi agen perubahan dalam penyebaran pengetahuan tentang stunting. Guru dapat memberikan tugas atau proyek kepada siswa-siswi untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan stunting, seperti membuat poster, leaflet, video, podcast, blog, atau media sosial tentang stunting. Guru juga dapat mengajak siswa-siswi untuk melakukan aksi nyata dalam menangani stunting, seperti mengadakan kampanye, bakti sosial, penggalangan dana, atau kerjasama dengan lembaga-lembaga yang bergerak di bidang stunting.

Dengan demikian, guru dapat menjadi agen perubahan yang efektif dan efisien dalam menuntaskan stunting di Sulbar. Guru dapat menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat dalam menyampaikan informasi dan edukasi tentang stunting. Guru juga dapat menjadi inspirator dan motivator bagi siswa-siswi untuk peduli dan berkontribusi dalam menangani stunting.

Anak adalah aset masa depan yang harus disiapkan untuk mampu menjadi manusia yang dapat eksis dan menjadi pribadi sukses. Tanggung jawab bersama untuk menuntaskan stunting, bukan hanya pada pemenuhan gizi tetapi juga bagaimana membangun kesadaran kolektif di setiap keluarga. Guru harus menyuarakan pentingnya gizi dan melawan stunting di depan kelas, memberikan pesan dan bekal agar siswa-siswi dapat menjadi agen perubahan pada pengetahuan masyarakat lewat penyebaran pengetahuan ke rumah dan lingkungannya. Ikatan Guru Indonesia Sulawesi Barat dapat menjadi ujung tombak dalam membangun pengetahuan tentang stunting, sehingga semua guru mengintegrasikan pengetahuan stunting di depan kelas mereka. Dengan peran guru sebagai agen perubahan, stunting di Sulbar bisa diselesaikan.

Oleh: Sutikno (Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Sulawesi Barat )

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama